
Pernahkah Anda membayangkan limbah plastik yang berserakan di jalanan atau tersangkut dan hanyut di sungai itu menjadi karya seni yang memikat hati? Masari Arifin, seorang seniman asal Kota Malang, menjawab keresahan tersebut dengan sebuah pameran yang bertajuk “Journey”. Setelah pameran pertamanya 2017 usai digelar, dipenghujung tahun 2024 ini Ia menggelar pameran tunggal keduanya di Gedung DKM Kota Malang pada 15-21 Desember lalu. ia menghadirkan kreasi luar biasa dari bahan-bahan limbah plastik yang sering dianggap remeh oleh kebanyakan orang.

Journey adalah pameran tunggal kedua Masari Arifin setelah debut pertamanya di tahun 2017. Berbeda dengan kebanyakan pameran seni konvensional lainnya, karya – karya Masari sepenuhnya berbahan dasar limbah plastik ( kresek, kursi plastik bekas, bungkus makanan, botol bekas, hingga limbah manik-manik atau payet). Karya-karyanya yang dihasilkan tidak hanya estetis, tetapi juga membawa pesan kuat terkait issue lingkungan. Masari yang setidaknya sudah 10 tahun lebih berkarya menggunakan bahan dasar limbah plastik, menggambarkan pameran ini sebagai perjalanan pribadi sekaligus upaya nyata dalam meminimalisir dampak buruk limbah plastik terhadap lingkungan. “Setidaknya, sebagai seniman, saya harus mengambil peran dalam mengatasi masalah ini. Ini adalah aksi nyata, bukan hanya sekadar wacana,” ungkapnya.

Lahir dari keresahan mendalam terhadap limbah plastik yang terus menumpuk tanpa solusi, Masari mulai memanfaatkan sampah plastik sebagai medium berkarya sejak 2013. Ia melakukan berbagai riset literatur selama kurang lebih dua tahun, dari 2013 hingga 2015, sebelum akhirnya memamerkan karyanya untuk pertama kali pada 2017. “Saya melihat kebutuhan primer dan sekunder manusia ini hampir semuanya tidak lepas dari plastik. Plastik ada di mana-mana, dari ibu rumah tangga hingga industri besar. dan saya yakin semua orang tahu kalau dampak buruknya terhadap lingkungan sangat luar biasa,” ujarnya. “Saya merasa ini adalah tanggung jawab saya sebagai seniman sekaligus manusia biasa untuk setidaknya memberi solusi kreatif terkait masalah besar itu.” tandasnya.
Tidak sendiri, Ia juga memberdayakan masyarakat sekitar, anak – anak muda dan ibu rumah tangga, dilibatkan untuk mengelola bank sampah di beberapa kampung. Proyek ini tidak hanya mengurangi sampah plastik, tetapi setidaknya juga memberikan dampak ekonomi bagi warga sekitar. Pameran pertamanya pada tahun 2017 menjadi tonggak penting dalam kariernya. Kini, setelah tujuh tahun, ia kembali dengan pameran kedua yang lebih besar dan matang. “Ini adalah perjalanan panjang, tapi saya percaya seni memiliki kekuatan untuk mengubah cara pandang masyarakat terhadap sesuatu hal, atau dalam hal ini yaitu sampah.” tambahnya.

Masari mengakui bahwa karyanya lahir dari kegelisahan pribadi terhadap limbah plastik yang terus mencemari lingkungan. Di Indonesia, sampah plastik menjadi masalah serius, baik secara nasional maupun global. Sampah-sampah ini tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga mencemari tanah dan air yang menjadi sumber kehidupan. Proses pembuatan karyanya membutuhkan kesabaran dan dedikasi tinggi. Dengan teknik kolase, ia menyusun potongan-potongan plastik atau manik manik menjadi pola yang rumit namun harmonis. Beberapa karya lainnya dibuat dengan meleburkan plastik menggunakan hot gun, menciptakan tekstur unik di atas kanvas. “Saya ingin karya saya menjadi pengingat bagi semua orang bahwa plastik tidak hanya sampah, tetapi juga peluang. Kita bisa mengubah cara pandang dan mulai bertindak untuk mengurangi dampaknya,” ujar Masari dengan penuh semangat.
Masari juga aktif mendampingi mahasiswa seni rupa dalam diskusi dan mentoring terkait pengolahan limbah plastik menjadi karya seni. Ia berharap generasi muda dapat terinspirasi untuk terus berinovasi dan menciptakan karya yang tidak hanya indah, tetapi juga bermanfaat bagi lingkungan. Melalui Journey, Masari berharap karyanya dapat menginspirasi banyak orang, termasuk seniman lainnya, untuk memanfaatkan bahan disekitar sebagai medium untuk berkarya. “Saya ingin seni menjadi alat perubahan, bukan hanya hiburan. Semoga karya ini bisa membuka mata banyak orang bahwa kita bisa melakukan sesuatu, sekecil apa pun itu,” tutupnya.