Desa itu, seperti kendi retak yang menahan airnya sendiri. Di bawah terik matahari, tanahnya pecah-pecah, menyimpan genangan dari hujan yang hanya sesekali mampir. Dari jauh, kota besar berdiri sombong dengan cakar-cakar baja yang mencakar langit. Namun, jarak itu seperti dua dunia yang tak pernah berjabat tangan. Desa hanya punya pohon asem tua di lapangan, lampu petromaks disudut-sudut rumah, dan warung kopi Warjo yang jadi tempat segala wacana dimulai—dan berakhir.
Tag: cerpen
Hawa
Continue Reading

Simin Menunggu di Ujung Jalan.Tapi Tak Ada Siapa-siapa yang Datang.
Hari terakhir kampanye Pilkada tiba, riuh tapi hampa. Dari kejauhan, iring-iringan mobil bak terbuka melaju, membawa suara toa melengking yang memuntahkan janji-janji seperti serpihan kertas tak berarti, beterbangan mengikuti angin. Soraksorai membelah jalan, namun gema kosongnya lebih keras daripada antusiasme yang dipaksa ada.